Judi berdampak buruk pada kesehatan mental dan juga hubungan sosial di Indonesia. Judi menjadi salah satu biang kerok kasus perceraian, dan trennya dari tahun ke tahun terus meningkat. Fenomena judi online di tanah air beberapa tahun ini cukup meresahkan pemerintah, bahkan sampai membentuk satgas khusus untuk memberantas praktik judi online sekaligus menyelesaikan persoalan judi online secara menyeluruh. Praktik judi online nyatanya berdampak ke kehidupan masyarakat. Fenomena judi online dan tren kasus perceraian karena judi menjadi perhatian serius. Kita akan lihat datanya dalam fenomena perceraian akibat judi online di Indonesia.
Kami mengambil data dari Badan Pusat Statistik. Jumlah kasus perceraian karena judi trennya terus naik. Di tahun 2020, tercatat ada 684 kasus perceraian karena judi. Pada tahun 2021, jumlah ini meningkat menjadi 993 kasus. Lalu, di tahun 2022, kasus cerai karena judi menembus di atas 1000 kasus. Tren kenaikan kasus perceraian karena judi juga terus berlanjut di tahun 2023 hingga menyentuh 1572 kasus. Di tahun 2024, angka perceraian karena judi naik signifikan hingga mencapai 2.889 kasus, atau naik hingga 83,77%.
Kalau dilihat dari kewilayahannya, kasus perceraian karena judi di Indonesia pada tahun 2023 paling banyak terjadi di Jawa Timur dengan jumlah 415 kasus. Menurut BPS, Jawa Timur juga selalu menjadi provinsi dengan kasus perceraian karena judi terbanyak pada tiga tahun sebelumnya, yakni di tahun 2022 dengan jumlah 307 kasus, tahun 2021 dengan jumlah 230 kasus, dan tahun 2020 dengan total 116 kasus. Dari data ini, kita bisa melihat bagaimana dampak judi online terhadap relasi keluarga, khususnya pasangan suami istri. Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi hubungan dalam keluarga. Pertanyaan selanjutnya, seberapa signifikan judi online bisa menyebabkan perceraian?
Masih dari data BPS, judi berada di urutan kelima sebagai penyebab kasus perceraian sepanjang tahun 2024, setelah faktor perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, faktor ekonomi, salah satu pihak yang meninggalkan pihak lainnya, dan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Dari data BPS ini, judi benar-benar berdampak pada keutuhan rumah tangga, bahkan menjadi salah satu pemicu kasus perceraian. Kita akan coba lihat satu-satu angkanya. Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus memang tinggi sekali angkanya, mencapai 251.125 kasus. Faktor ekonomi menyusul dengan 100.198 kasus. Faktor ketiga, satu pihak yang meninggalkan pihak lainnya, berjumlah 31.265 kasus. Kasus KDRT mencapai 7.256 kasus. Judi memang bukan yang tertinggi, tapi jumlahnya terus naik, bahkan sudah ada 2.889 kasus. Di bawah judi, masih ada kasus mabuk sebesar 2.004 kasus.
Kita akan bahas lebih dalam lagi terkait perputaran judi online. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, perputaran uang judi online tercatat mencapai Rp327 triliun. Pada kuartal ketiga tahun 2024, uang yang berputar di judi online mencapai Rp283 triliun. Artinya, ini baru di kuartal 3 tahun 2024, tapi sudah terlihat ada kenaikan dibandingkan dengan kuartal 3 tahun 2023. Menko Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menyatakan transaksi judi online selama tahun 2024 mencapai Rp900 triliun. Artinya, peningkatannya sudah sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Besarnya nilai transaksi judi online diikuti dengan akses judi online yang diputus Kementerian Komunikasi dan Digital sepanjang tahun 2024. Setidaknya ada lebih dari 5,5 juta konten judi online yang aksesnya diputus oleh Kominfo. Angka perputaran uang yang cukup fantastis ini menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya pemain judi online di Indonesia?
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, menyatakan bahwa dalam satu hari ada 4 juta orang yang bermain judi online, termasuk anak-anak. Jadi, kita bisa lihat bahwa tidak hanya orang dewasa, anak-anak Indonesia juga bermain judi online, dan jumlahnya tidak sedikit. Menurut Wamen Kominfo, Nezar Patria, ada 80.000 anak-anak yang bermain judi online. Selain merusak relasi pasangan suami istri, judi online juga merusak generasi penerus bangsa. Mirisnya, mayoritas orang yang bermain judi online ini berasal dari kelas menengah dan kelas bawah. PPATK bahkan menyebutkan bahwa berdasarkan data demografi, pemain judi online di bawah usia 10 tahun mencapai 2% dari total pemain. Sebaran pemain dengan usia 10 hingga 20 tahun sebanyak 11%, atau kurang lebih 440.000 orang. Usia 21 hingga 30 tahun sebanyak 13%, atau 520.000 orang. Usia 30 hingga 50 tahun angkanya mencapai 40% dari total pemain, atau sekitar 11.640 pemain. Untuk orang dengan usia di atas 50 tahun, angkanya mencapai 34%.
Fenomena judi online ini tidak hanya berdampak pada perceraian, tetapi juga mengancam masa depan generasi muda. Dengan meningkatnya kasus perceraian dan perputaran uang yang fantastis, sudah saatnya kita sebagai masyarakat lebih waspada dan berperan aktif dalam mengatasi masalah ini. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengurangi dampak negatif dari judi online, demi menjaga keutuhan keluarga dan masa depan generasi penerus bangsa.
Video menarik lainnya
Emak-emak di Langkat bakar mesin judi tembak ikan karena resah. Polisi dukung aksi dan rencanakan…
Peltu Lubis dan Kopka Basarsyah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sabung ayam Lampung. Penetapan diumumkan…
Polres Kupang tangkap 6 pelaku judi online Kupang, termasuk IRT, tukang ojek, dan sopir angkot.…
Warga ungkap TKP judi sabung ayam di Way Kanan dikenal elit, banyak mobil mewah. Kasus…
Budi Arie tanggapi isu terseret kasus judi online, menegaskan dukungan penegakan hukum dan pematasan judi…
Utang judi online Rp80 juta jadi motif AAB bunuh juniornya. Gelagat aneh AAB terungkap sebelum…