- Polda Metro Jaya tangkap buron inisial B, oknum Komdigi, karena lindungi situs judi online; Rp5 miliar disita, total barang bukti Rp150 miliar.
- Polisi tetapkan 24 tersangka, 10 di antaranya pegawai Komdigi; 4 buron masih diburu, penyidikan kembangkan dugaan pencucian uang (TPPU).
- PPATK ungkap aliran dana judi online Rp300-600 triliun, diduga biayai Pilpres/Pilkada, libatkan bandar dan oknum aparat.
- Oknum Komdigi manfaatkan akses server pasca-Covid untuk lindungi 1.000 dari 5.000 situs judi, terima gratifikasi, rugikan negara.
- Kelemahan hukum: PPATK hanya lapor, tak bisa tindak; polisi lambat/proses pilih-pilih; usul perkuat PPATK dengan wewenang penindakan.
- Penegakan hukum dinilai diskriminatif (tajam ke bawah, tumpul ke atas); dana disamarkan via artis/pengusaha, libatkan pejabat/politisi.
- Solusi: perbaiki regulasi, tambah pengawasan penegak hukum, terapkan TPPU ketat, beri apresiasi seperti Kapolres Ciamis (gerebek Rp265 miliar).
- Judi online sebabkan korban jual anak; perlu integritas polisi, pejabat, yudikatif untuk tuntas berantas pencucian uang judi online.
Cerita Lengkap
Tim Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya kembali menangkap satu orang buron kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Pelaku berinisial B diringkus karena perannya membantu memastikan agar situs judi online tertentu tidak diblokir oleh pemerintah. Rp5 miliar disita sebagai barang bukti. Menurut polisi, hingga saat ini penyidik sudah menyita barang bukti senilai Rp150 miliar, sementara empat buron lain masih terus diburu. Polisi telah menetapkan 24 tersangka dalam kasus judi online, 10 tersangka merupakan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Sementara itu, total barang bukti yang disita sebanyak Rp150 miliar dan diperkirakan masih akan terus bertambah seiring dengan pengembangan penyidikan.
Pihak kepolisian juga akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran uang para pelaku terkait kasus ini, termasuk kemungkinan adanya unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) alias money laundering. Tim TV1 mengabarkan. Baik, kita segera saja mungkin berdiskusi, berdialog, ya, karena memang dari Polda Metro Jaya sendiri, kalau kami mengutip dari pernyataan Kabid Humas Polda Metro, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi, ini memang ada dua pasal yang akan ditetapkan kepada para pelaku judi online, yaitu tindak pidana umumnya sendiri, termasuk juga tindak pidana pencucian uang (TPPU), ya, betul.
Nah, untuk membahas hal ini, kita sudah hadir bersama kita, baik itu via Zoom maupun juga di studio, ada Irjen Polisi Purnawirawan Aryanto Sutadi, penasihat ahli Kapolri. Selamat pagi, Assalamualaikum. Assalamualaikum, Pak Aryanto, apa kabar, Pak? Nah, kalau bicara TPPU, enggak lengkap kalau enggak menghadirkan ahlinya juga. Selamat pagi, Bu Yenti Garnasih. Assalamualaikum, Bu. Selamat pagi, Assalamualaikum. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, Pak Aryanto. Selamat pagi, Mbak Yenti.
Saya ingin langsung ke Bu Yenti, deh. Bu Yenti, sudah ada pernyataan, loh, Bu, dari kepolisian melalui Kabid Humas Polda Metro Jaya, seperti kita ketahui, kan, ada angka yang fantastis, Bu, miliaran rupiah diamankan dari beberapa penangkapan ini. Nah, kalau dari Ibu sendiri melihatnya, bisa gak, sih, Bu, betulnya ini TPPU ini, atau mungkin jangan-jangan TPPU ini jelas ada di dalam kasus pencucian uang judi online ini? Baik, terima kasih. Sangat jelas ada, ya, apalagi isu tentang terjadinya judi online ini, kan, sering disampaikan oleh PPATK, bahkan mungkin tahun yang lalu, ya, Pak, ya, kalau kita tidak lupa, kita jangan lupa, ada waktu itu konsorsium judi online, ya, Pak, ya, itu juga ada Rp300 triliun, kemudian ada angka Rp600 triliun, kemudian ada angka Rp300 triliun juga dari PPATK yang mengatakan bahwa ada aliran dari judi online yang masuk kepada pendanaan Pilpres maupun Pilkada.
Artinya apa? PPATK sudah menyatakan seperti itu. Menurut PPATK, dengan hasil analisisnya, itu mengatakan bahwa ada aliran-aliran dana, transaksi-transaksi yang terjadi yang berasal dari kejahatan judi online. Nah, kita, kan, harus percaya PPATK karena PPATK itu bukan data saja, ya. Walaupun memang, ya, Pak Aryanto, bukan alat bukti, tetapi itu adalah laporan hasil analisis, petunjuk yang sangat kuat, mestinya begitu. Jadi, tidak bisa, tidak bisa terelakkan lagi bahwa pasti ada. Ini masalahnya, negara ini mampu tidak menguak judi online ini berkaitan dengan alirannya kepada siapa-siapa saja yang menikmati, seperti sekarang ada beberapa orang oknum Komdigi, ya, yang menurut saya, sih, melakukan pengkhianatan besar-besaran, ya, kan, karena, kan, waktu itu sudah dibilang bahwa nanti akan ditake down kalau ada yang bernuansa judi online.
Ketika kita sudah sangat resah dengan judi online, ternyata mereka malah memanfaatkan kewenangannya untuk menyelamatkan. Kalau enggak salah, dari 5.000, dia menyelamatkan 1.000, yang mana, apalagi tadi DPO-nya saja, pada dia disita Rp5 miliar. Artinya apa? Mereka ini yang terlibat di Komdigi saja itu, siapa yang bayar? Nah, itu pasti dibayarnya dari bandar, dari bandar yang sudah mengumpulkan. Artinya apa? Dia saja dibayar sudah merupakan pencucian uang dari bandarnya, berkaitan dengan sebelumnya, bandar-bandar ini memang sudah menerima uang hasil judi online itu. Kelihatan sekali, nampak sekali.
Saya kira kepolisian sudah sangat canggih, ya. Bahkan dulu disertasi saya itu, salah satu pendukungnya adalah Pak Aryanto Sutadi, ya, Bapak, ya, Bapak Direktur waktu itu. Jadi, enggak ada lagi yang sulit ini sekarang, tinggal mau apa tidak. Bahkan, kenapa masih ada saja dan baru sekarang terungkap-terungkap? Karena mungkin ada presidennya baru dan kemudian ada semangat baru untuk bagaimana kita, apa, ya, genjotlah, gas terus untuk penanganan judi online itu, bukan saja judi online-nya, tetapi yaitu nadinya, itu adalah uang-uangnya, itu uang-uang yang sudah diterima oleh para bandar, backing, kemudian para peserta pembantu yang menyediakan rumahnya, dan sebagainya, kan, itu, begitu. Meskipun online, ternyata mereka memasang alat-alat, seperti yang kita dengar, ada alat dari Komdigi yang ada di Bekasi. Itu artinya apa? Rumah itu juga harus disita, semuanya, gitu, ya.
Kemudian, harus kita lihat, apa, sih, siapa yang mempunyai kebijakan bahwa dibiarkan server itu ada di luar Komdigi, padahal sudah tidak ada Covid lagi? Nah, ini, kan, ada PP-nya. Baik, jadi kalau kata Bu Yenti, enggak mungkin enggak ada, ya, pasti ada kaitannya pencucian uang judi online, begitu, ya. Tapi, langkah konkret dari mungkin pihak kepolisian saat ini, kan, juga masih menunggu, ada Rp150 miliar uang yang diamankan, PPATK dan akan ditracing, ini ke mana saja uang. Tapi, kalau terkait TPPU pencucian uang dalam judi online ini, seperti apa, Pak Aryanto?
Ya, saya berpikir, ya, saya setuju dengan Bu Yenti dulu, ya, sebetulnya, ya, judi online ini, intisari kejahatannya yang apa yang terjadi dan apa yang sudah terjadi, siapa-siapa yang terlibat, itu, ya, itu banyak sekali, apa, pasal-pasal atau aturan perundangan yang bisa diterapkan. Bukan hanya cukup perjudian doang, ya, tetapi juga termasuk itu tadi, pencucian uang, kemudian termasuk gratifikasi, termasuk korupsi. Itu sebenarnya bisa dipakai instrumen untuk melacak siapa saja yang terlibat di dalam kasus judi online ini. Iya, itu seperti Komdigi itu, misalkan, kemarin, kan, itu, kan, terima apa, media, membiarkan. Iya, membiarkan karena apa, kan, dia dapat gratifikasi, betul. Jadi, dia membiarkan, itu, itu gratifikasi sudah kena. Kemudian, dia memperkaya diri, gitu, kan, untuk ini merupakan negara, kan, negara rugi besar, ini, ya. Iya, itu bisa kena, itu korupsi, gratifikasi, dan macam-macam, gitu.
Dan saya, dengan adanya TPPU, itu sebenarnya untuk memberikan jalan pada penegak hukum dulu untuk menjerat kasus-kasus yang sangat susah dijerat kayak gini, ini. Itu belum kita dengar, Pak, sudah undang-undang TPPU itu sudah banyak diterapkan oleh penyidik-penyidik di Bareskrim sana, tapi sayangnya belum menyasar kepada kasus yang spektakuler seperti sekarang ini. Saya pernah, ya, bahkan kasus kecil-kecil sudah masukkan TPPU, utang piutang masuk TPPU, gitu, ngejarnya dia, gitu. Kenapa enggak seperti sekarang ini diterapkan undang-undang TPPU itu? Jadi, kemarin saya menyarankan, ya, kita tuh harus all out force. Dan kedua, kelemahannya kita sekarang ini, dengan adanya tracing, orang-orang melanggar kasus itu, TPPU itu, saling lempar-melempar. Dan saya pikir, ini juga merupakan, menurut saya, ini kelemahan hukum kita, kurang tegas, gitu.
Contoh, misalkan, PPATK hanya dikasih apa, kesempatan untuk melacak. Oh, oke, melacak, wah, ini mencurigakan, mencurigakan, kasihkan ke polisi, iya, nah, polisi sendiri, begitu ini dikasih, kan, tidak cepat-cepat, gitu, atau tidak transparan, ini, loh, ini ternyata enggak, kenapa, Pak? Itu pertanyaan saya, ya, itulah karena itu tadi, menurut saya, kelemahan hukum, ya. Jadi, kalau saya, sih, ini untuk menindak, apa, untuk menggalakkan TPPU ini, menurut saya, kok, kayaknya undang-undang perlu dirubah, ini. Jadi, dirubah, jadi, di samping PPATK itu juga boleh melacak, ya, tidak hanya, tidak hanya, tidak hanya melaporkan pada polisi, tapi dia juga bisa menindak, gitu. Iya, menindak dalam, jadi, diperkuat dengan fungsi penindakan lembaga itu, iya, apa itu, jadi instrumen penindakan itu diper simpel, gitu, loh. Sehingga bisa mencegah dan bisa men-trace dan menindak, gitu.
Sekarang ini, saya sering sekali, tuh, ngomong, sudah kasihkan polisi, tapi enggak, ini, gitu, Pak Aryanto. Tapi, dari sisi, mungkin, hukumnya sendiri, ada enggak, sih, yang menjadi kendala sebenarnya? Kalau hukumnya, sih, bagus, ya, dulu sebelum ada TPPU, itu, kan, diadakan TPPU ini, kan, jadi memungkinkan aparat untuk men-trace semua, itu larinya ke mana, terus, kemudian, tapi, kan, apa, tuh, dalam praktiknya belum maksimal, ini. Sehingga belum, belum bisa menjangkau apa yang dulu sebetulnya dikehendaki oleh undang-undang itu, pembuat undang-undang itu, sebetulnya TPPU itu untuk men-trace yang sangat sulit, itu tadi. Tapi, praktiknya belum maksimal, gitu, belum maksimal, itu, ya, Bu Yenti. Bu Yenti, sepakat tidak, Bu, dengan usulan tadi, Bu, artinya begini, PPATK bisa juga diperkuat lembaga ini dengan menambahkan lagi fungsi, yaitu penindakan, ini, Bu, gitu, kan?
Nah, pertanyaannya, lah, penindakan yang dilakukan oleh aparatur hukum yang sudah berjalan saat ini aja masih seperti ini, apa jaminannya kalau misalnya PPATK ini juga diperkuat, Bu? Jawabannya, usah jeda, ya, Bu, kita jeda dulu, sinah, kami akan kembali saat lagi.
Oke, kembali lagi di Apa Kabar Pagi, kita tadi berbincang pada saat break, Yenti, ya, tadi di awal pernyataannya, Bu Yenti ini mengatakan bahwa kalau misalnya mau ditrace, ini aliran judi online ini, ada juga dananya ke mana saja, gitu, ya, ke politik, nah, kan, gitu, iya, kan. Nah, di satu sisi tadi, Pak Aryanto mengatakan penguatan PPATK ini dengan unsur penindakan, ini diperlukan saat ini. Bu Yenti, menanggapi usulan ini, seperti apa, Bu? Masih optimis enggak, sih, Bu, gitu, loh, apalagi kalau ada unsur politiknya juga, nih?
Bu, ya, itu, kan, pernyataan dari PPATK, ya, Pak Aryanto, ya, artinya PPATK ini, kan, bukan, bukan data-data asal, gitu, ya, karena sudah, lha, namanya, ya, laporan hasil analisis, sudah dianalisis. Apa, ya, tadi usulan Pak Aryanto, ya, bagus kalau memang bisa menjadi penindak. Mungkin maksudnya Pak Aryanto, kan, ya, tetapi paling tidak, Pak Aryanto itu, hasil analisis itu sekarang hanya petunjuk, pun bukan petunjuk 184, harusnya alat bukti, gitu, kan. Ini alat bukti, alat bukti yang harus ditindaklanjuti karena ini hanya, padahal itu analisisnya sudah sangat luar biasa, ya. Anggaran juga besar sekali untuk bagaimana PPATK bisa menyatakan bahwa ini dari judi online, ini kemungkinan dari narkoba, ini dari korupsi, itu, kan, luar biasa. Tetapi, begitu sampai di penyidik, seolah-olah itu bukan apa-apa, gitu.
Nah, ini yang khawatir di penyidik itu. Maaf, ya, Pak Aryanto, jadi main-mainan, mulai dilihat-lihat, siapa aja yang terlibat, ini siapa aja, ini yang harus, jangan-jangan, saya curiga aja, ya, boleh, dong, Pak, jangan-jangan bukan hanya di Komdigi yang tadi adalah korupsi, iya, pasti, jangan-jangan di penegak hukumnya juga dipilah-pilah, oh, yang ini enggak usah, yang ini enggak usah. Inilah yang membuat judi online dan kejahatan-kejahatan yang lainnya itu sepertinya tidak betul-betul tegak secara baik, tetapi memang ada diskriminatif, ada tajam ke bawah, tumpul ke atas, dalam artian orang-orang tertentu yang bukan siapa-siapa, meskipun uangnya banyak, boleh, gitu, ya, ditegakkan. Tetapi, kalau ini pejabat, ini politisi, ini pengusaha yang ada andilnya di dalam praktik berdinamika, kemudian di banyak hal, ya, kemudian diamankan.
Banyak sekali, apa, ya, asumsi atau perkiraan masyarakat, dan itu tidak bisa diabaikan begitu saja bahwa aliran dana hasil judi online ini supaya tidak nampak pada pejabatnya, pada orang-orang yang kuat, itu diberikan kepada artis, diberikan kepada orang-orang yang, orang-orang yang sebetulnya secara lifestyle, itu profilnya tidak cocok, misalnya tiba-tiba mempunyai usaha besar sekali, padahal mereka tidak berkompeten, mereka bukan orang dari entrepreneur. Ini, kan, banyak hal-hal yang mencurigakan.
Baik, kalau kita, kalau kita boleh pesimis, nampaknya tidak bisa secara tuntas, begitu, ya, pesimis, nih, ya, tidak bisa secara tuntas, dong, judi online yang berkaitan dengan TPPU dengan segitu kompleksnya yang tadi Bu Yenti jelaskan. Iya, saya tidak ingin pesimis, saya ingin mendorong untuk, untuk jangan main-main, semuanya jangan main-main. Tadi Pak sudah mengatakan, ini ada korupsi, iya, karena menyalahgunakan kewenangan, di Komdigi tadi, kan. Apalagi nanti ada, kalau ada di atasnya, ada pembiaran-pembiaran dari pejabat yang bersangkutan, dan kemudian dia membiarkan itu karena dia mendapatkan sesuatu, maka ada gratifikasi, itu, itu betul, ada korupsi.
Tapi, Pak, di penegakan hukumnya sendiri juga, tolong, tidak ada korupsi. Kalau penegak hukum tidak mau menjalankan, tidak mau menyangkakan seseorang yang harusnya nyata-nyata itu tersangka menerima, tetapi ditutupin, itu juga sama, mereka juga terlibat korupsi karena penegak hukum yang, apakah itu nanti melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya yang harusnya menjadikan tersangka, apa, tidak, atau mendapatkan suap atau gratifikasi, ya, Pak Aryanto. Banyak hal yang harus kita jaga. Saya tidak bilang pesimis, tapi ayo, semuanya jujur, ayo, semuanya untuk negara ini, karena, karena judi online ini korbannya, dalam tanda petik, masyarakat sudah luar biasa, sampai dengan ada orang karena judi online menjual anaknya, ini, kan, sudah 3 minggu yang lalu ada.
Jadi, harus kita, semuanya harus kita, semuanya itu bergegas untuk berintegritas, semuanya, terutama para penegak hukum, terutama para pejabat, terutama para orang-orang yang berada dalam lingkungan legislatif, sorry, yudikatif, gitu, mungkin, begitu, Pak. Saya, Pak Aryanto, banyak catatan penting dari Bu Yenti, ya, begitu, terkait nanti sudah masuk, kan, ini dipilah-pilih juga, nih, mana yang perlu diproses, mana yang ternyata ditahan dulu, dan lain sebagainya, padahal awalnya Kapolri bersemangat karena ini sesuai dengan kepemimpinan Presiden Prabowo, kalau Kapolrinya sudah pasti bersemangat, iya, pemimpinnya pasti bersemangat, tapi pelaksanaannya itu.
Karena dia mempunyai kewenangan yang gede, ya, definisi korupsi itu, gini, lah, ya, kewenangan besar disertai dengan diskresi yang besar, tapi pengawasannya lemah, itu yang terjadi, lah, itu tadi. Makanya, saya khusus untuk judi online ini, menurut saya, juga extraordinary, jadi kita harus perubahan total, lah, caranya itu supaya efektif, seperti sekarang ini. Saya tadi apa, mengatakan, ya, bukannya saya menyalahkan PPATK, itu cuman bisanya cuman lapor-lapor doang, itu sudah diperkuat dengan itu menjadi alat bukti, kan, hasil analisis menjadi alat bukti, tapi dipakai apa tidak, ini, kan, tergantung dari penyidiknya.
Nah, sekarang, siapa yang memeriksa penyidiknya, ini? Apakah itu tadi dipakai apa tidak di dalam KUHAP, tidak ada, itu, tidak ada, karena, gini, loh, ini, ini kelemahan KUHAP juga, Pak, ini saran saya kepada penegak hukum di Indonesia, ini, kenapa enggak jadi efektif, itu tadi, ya, karena kinerja daripada polisi ini tidak banyak diamati oleh orang luar. Misalkan, dia menerima saksi ahli, lima dari tersangka, lima dari pelapor, semua diterima, tapi belum tentu 10-nya itu masuk di dalam perkara tadi, kan, sesuai dengan keinginan dia. Itulah, ini kelemahan daripada sistem, menurut saya, yang harus diperbaiki.
Jadi, kita jangan berpikir, kok, susah, nanti, kan, bisa dimain-mainkan, gitu, jangan-jangan, bukan jangan-jangan, ya, memang gitu. Kalau saya, itu yang terjadi di lapangan kayak gitu, karena itu tadi, diskresi yang terlalu gede, harus seperti apa, selain juga PPATK diperkuat, ini aturan-aturannya dirubah supaya khusus kalau untuk judi online, ya, karena sudah sangat marak, ya, sehingga kita perlu jangan pakai aturan yang konvensional, gitu, loh, seperti tadi, PPATK, di samping itu sebagai alat bukti, ya, kasih aja kesempatan untuk menindak, misalkan, menindaknya apa, membekukan atau apa, gitu.
Sekarang, kan, enggak, membekukan rekening bank, bank, iya, yang menelusuri kesalahan PPATK. Oke, kalau dulu bank itu, ya, kalau kita membuka rekening susah banget, sekarang sudah agak mending, itu bisa. Itu polisi telepon aja, sekarang mungkin bisa. Tapi, Pak, Pak Aryanto, bukannya dengan jadi, kan, publik, kan, menangkapnya, begini, Pak, ini seakan-akan kayak ingin menyerahkan fungsi tugasnya aja, nih, ke PPATK, begitu. Bukankah nanti stigma justru malah, oh, polisi kita enggak mampu, oh, polisi kita tebang pilih, oh, benar, dong, adanya berarti seperti itu, gitu, loh.
Iya, maksud saya, gini, Pak, itu tadi untuk mengindari, menghilangkan kendala keluhan daripada PPATK, saya sudah menyerahkan pada polisi, heh, tapi, kan, dipilih, artinya, kan, bola ini, kan, sekarang ada di institusi polisi, itu tadi, kan, Bu Yenti mengatakan, ini, tapi, kan, bisa dipilih-pilih oleh polisi, ini. Nah, untuk menghilangkan supaya polisi enggak pilih-pilih, ini tadi, kasihlah pengawasan kepada ini, bagaimana polisi itu menindaklanjuti hasil ini, jadikan alat bukti apa tidak, antara lain adalah PPATK dikasih kewenangan juga untuk menentukan siapa yang menindak di PPATK itu, ya, unsur polisi juga, pastikan, Pak, kan, sana, institusi undang-undang, kan, hanya mengatakan bahwa PPATK hanya boleh melaporkan, memberikan analisis, disampaikan kepada polisi, polisi-lah yang menindak, kan, gitu, kan.
Jadi, kan, ini ada step-step, itu, loh, pelimpahan-pelimpahan kayak itu, tapi enggak to the point langsung, ya. Saya bayangkan di KPK saja, kan, isinya, kan, ada jaksa, ada polisi juga, gitu, Pak. Heh, untuk, pikir, itulah, apa, makanya saran saya, ini instrumennya dirubah, instrumen dan juga regulasi, instrumen untuk mencegah, tu, dirubah. Contohnya, misalkan, ada ketahuan, ini orang masuk, ini, sudah, langsung, PR, matikan aja, lagian, mati aja kerjanya satu jalan, begitu, ya, Bu Yenti.
Apakah yang perlu dirubah, regulasi, instrumennya, dan lain sebagainya, tadi sistemnya, apa lagi, Bu, apa, macam-macam, nih, Bu? Iya, saya setuju itu dengan Pak Aryanto, kan, Pak Aryanto, kan, beda, ya, dengan saya. Kalau kami, kan, hanya teoritis dan kemudian melihat, gitu, ya, betul, tuh, Pak Aryanto, saya itu berapa kali juga diperiksa sebagai BAP, tapi belum tentu juga saya itu ke pengadilan, gitu, ya, untuk kasus-kasus besar, Pak. Ya, saya enggak ada, enggak ke pengadilan juga, gitu, kan, itu tergantung juga nanti jaksanya juga, Pak.
Jadi, jadi hal-hal ini terjadi, maka mungkin kalau memang ada pemikiran bahwa harus ada pengawasan, ada juga penindak terhadap para penegak hukum yang tidak mau melaksanakan dengan baik. Misalnya, tadi itu disebutkan secara lebih teknis, ya, bahwa apa yang didapatkan dari PPATK itu, misalnya, ada gambaran beberapa orang yang terlibat, ke mana-ke mana, itu, ya, harus, gitu. Sebetulnya, Pak Aryanto, undang-undang itu juga sudah cukup kuat, ya, tapi apakah dilaksanakan apa tidak. Misalnya, PPATK itu juga bisa, bahkan OJK juga bisa memblokir, walaupun tidak bisa menyita, tapi PPATK bisa memblokir, kemudian menyita sementara 5 hari sampai dengan 20 hari, dalam 15 hari, kemudian dalam 20 hari, ini harusnya polisi itu cepat-cepat menyadakan tersangka, gitu, ya, menetapkan tersangka, karena PPATK hanya 20 hari.
Setelah itu, kan, disita oleh penyidik, tetapi ini nampaknya tidak, tidak, tidak sejalan, gitu, ya. Entah penyidiknya tidak paham atau memang pura-pura tidak mau melaksanakan, itu, sehingga banyak yang lolos seperti itu, sebetulnya seperti itu yang terjadi. Oh, ini ada, Pak Aryanto, ya, Pak Aryanto, banyak sekali, ini, kan, kalau ini, kan, memang kewenangannya polisi, bukan KPK, bukan apa-apa, jadi, Bapak, kita harus betul-betul, betul-betul mendorong, ya, tidak boleh hanya Kapolrinya saja, ya, Pak. Kapolri juga tidak boleh hanya mengatakan, saya siap mundur besok kalau terlibat, tapi Pak Kapolri juga harus bilang, kalau melihat anak buahnya tidak melaksanakan tindak, gitu. Jadi, bukan hanya untuk beliau sendiri, gitu. Itu sulit kalau hanya untuk beliau sendiri, beliau enggak, tapi anak buahnya, lah, padahal yang menangani itu adalah di bawah-bawahnya, mulai direkturnya, kapoldanya, dan sebagainya.
Video menarik lainnya
-
Penanganan Judi Online, Cak Imin dan Meutya Hafid Dorong Literasi Digital
-
Penyalahgunaan Bansos untuk Judi Online Rugikan Ratusan Miliar
-
Pencucian Uang Judi Online Libatkan Oknum Komdigi dan Bandar Besar
-
Kapolsek Kahu dicopot karena terlibat judi sabung ayam
-
Rekening bansos dipakai judi online senilai Rp1 triliun terungkap