- Judi online dan ekonomi Indonesia saling berkaitan, praktik ini terbukti memperlambat pertumbuhan ekonomi.
- Potensi pertumbuhan 5,3 % turun menjadi hanya 5,03 % pada 2024.
- Dana Rp51 triliun tersedot untuk judi online, 70 % mengalir ke luar negeri.
- Dampak negatif dirasakan rumah tangga kelas bawah, mengurangi belanja kebutuhan pokok.
- Negara kehilangan potensi pajak dari aktivitas ilegal ini.
- Kerugian ekonomi akibat judi online diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun pada 2025.
- Pemerintah memblokir lebih dari 1,2 juta konten bermuatan judi daring, namun situs tetap bermunculan.
- Perputaran dana judi daring mencapai Rp359,8 triliun di 2024, turun setelah pemblokiran rekening dorman.
Cerita Lengkap
Judi online dan ekonomi Indonesia kini menjadi perhatian serius. Menurut anggota Dewan Ekonomi Nasional, Firman Hidayat, praktik judi daring telah menggerus pertumbuhan ekonomi pada 2024. Ia menjelaskan bahwa seharusnya pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5,3 % atau bahkan lebih tinggi dari kuartal II 2025 yang berada di angka 5,12 %. Namun, kenyataannya pertumbuhan pada 2024 hanya 5,03 %, lebih rendah dibanding 2023 yang mencapai 5,05 %.
Firman mengungkapkan bahwa dana masyarakat yang tersedot untuk transaksi judi online sepanjang 2024 mencapai Rp51 triliun. Dari jumlah tersebut, 70 % mengalir ke luar negeri sehingga multiplier effect atau efek berganda dalam negeri menjadi hilang. Dampak ekonomi judi online pun semakin nyata.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic, Muhammad Faisal, sependapat. Menurutnya, judi online menekan konsumsi rumah tangga, terutama dari kelompok ekonomi bawah. Alih-alih digunakan untuk kebutuhan primer seperti makanan dan pendidikan, dana habis untuk taruhan daring. Dari sisi fiskal, kerugian ekonomi akibat judi online juga besar karena negara kehilangan potensi pajak dari aktivitas ilegal ini. Faisal meminta pemerintah lebih serius dalam memberantas praktik tersebut.
Pada 15 Mei 2025, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Alexander Sabar, memperkirakan potensi kerugian bisa mencapai Rp1.000 triliun di akhir 2025, merujuk data dari PPATK. Ia menyebut judi online telah menurunkan produktivitas, merusak ekonomi keluarga, dan mengancam masa depan generasi muda. Pemerintah sejak 20 Oktober 2024 hingga 7 Mei 2025 sudah memblokir 385.420 konten bermuatan judi, mayoritas berupa situs web dan alamat IP, dengan total lebih dari 1,2 juta konten. Sisanya tersebar di berbagai platform digital, mulai dari Meta, Google, YouTube, X, TikTok, hingga Telegram.
Namun, memberantas judi online tidak semudah membalik telapak tangan. Pada Januari 2025, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, mengatakan situs judi daring tetap beroperasi meski sudah diblokir. Hal ini karena pelaku bisa dengan cepat membuat ulang situs dengan nama serupa namun alamat berbeda.
PPATK mencatat nilai perputaran dana judi online mencapai Rp359,8 triliun pada 2024, dan Rp99,68 triliun hanya dalam semester pertama 2025. Kepala PPATK, Ivan Yustia Vandana, menargetkan angka tersebut ditekan menjadi Rp205,30 triliun pada akhir 2025. Data juga menunjukkan lonjakan transaksi: dari 15,82 juta deposit pada Maret 2025 melonjak menjadi 33,23 juta pada April. Setelah pemerintah memblokir rekening dorman, transaksi anjlok ke 7,32 juta dan turun lagi hingga 2,79 juta pada Juni 2025. Nilai deposit pun ikut merosot, dari Rp5,08 triliun pada April menjadi Rp2,29 triliun di Mei, lalu Rp1,50 triliun di Juni.
Video menarik lainnya
-
Ketagihan Judi Online Suami Istri Nekat Lakukan Pencurian
-
Polda DIY Bantah Lindungi Bandar Judi, Klarifikasi Soal Penangkapan Pemain Judi Online
-
Judi Online dan Ekonomi Indonesia, Dampak Tergerusnya Pertumbuhan Ekonomi
-
Penyaluran Bansos Tepat Sasaran agar Tidak Disalahgunakan untuk Judi Online
-
Fakta Penangkapan Judi Online di Bantul, Polda DIY Angkat Bicara