Terdakwa kasus judi online yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Digital (sebelumnya Kominfo) dari kluster agen, Mukhlis Nasution, menyampaikan permohonan pembebasan dari hukuman pidana kepada majelis hakim. Kuasa hukumnya, Iwan Arobusman, menyampaikan bahwa Mukhlis merupakan tulang punggung keluarga yang membiayai empat anak kandung dan seorang anak yatim piatu hasil adopsi. Kasus ini juga menyebabkan istri Mukhlis melakukan perselingkuhan dan meninggalkan anak-anak mereka, yang kini dirawat oleh ibu Mukhlis yang dalam kondisi sakit. Reporter Ibriza Fasti Ifmi dari Tribun News melaporkannya secara lengkap.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini menggelar sidang pembacaan pledoi terhadap delapan terdakwa dalam kasus judi online Kominfo dari kluster agen, termasuk Mukhlis Nasution, Deni Mariono, Hari Effendi, Helmi Fernando, Bernard alias Otoi, Budianto alias Salim, Beni Hardi, dan Feri William alias Acai. Dalam pledoi tersebut, kuasa hukum Mukhlis meminta agar majelis hakim mempertimbangkan kondisi pribadinya, terutama sebagai tulang punggung keluarga dan dampak psikososial yang dia alami akibat kasus ini. Sementara itu, ketujuh terdakwa lainnya menyampaikan permohonan keringanan hukuman. Sidang untuk kluster lain—termasuk kluster tindak pidana pencucian uang, eks pegawai Kominfo, dan koordinator situs judi—ditunda karena nota pembelaan belum siap.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut delapan agen judi online dengan pidana penjara antara enam hingga tujuh tahun serta denda. Mukhlis dan Hari Effendi dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Deni Mariono, Helmi Fernando, Bernard alias Otoi, Budianto Salim, Beni Hardi, dan Feri alias William alias Acai dituntut hukuman enam tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kasus ini terbagi dalam empat kluster: (1) koordinator, (2) mantan pegawai Kominfo, (3) agen situs judi—termasuk Mukhlis dan kelompoknya—dan (4) tindak pidana pencucian uang oleh penampung dana dari pelindungan situs judi online. Terdakwa baru di kluster keempat adalah Rajo Amirsyah, Darmawati, dan Adriana Angela Brigita.
Anggota Komisi I DPR RI, Farah Putri Nahlia, kembali menyoroti bahaya besar perjudian online yang mengancam stabilitas ekonomi dan sosial. Meski tren transaksi sempat menurun di awal tahun 2025, pemerintah tidak boleh lengah. Data PPATK kuartal pertama 2025 menunjukkan perputaran dana judi online bisa mencapai Rp1.200 triliun hingga akhir tahun, dengan mayoritas korban berasal dari masyarakat berpenghasilan di bawah Rp5 juta yang banyak terjerat utang dan lingkaran setan konflik keluarga, prostitusi, serta jeratan pinjaman online.
Farah memberi apresiasi terhadap Kementerian Komunikasi dan Digital yang hingga pertengahan 2025 telah memblokir dua juta situs judi online melalui berbagai upaya—antara lain pembatasan kepemilikan kartu SIM maksimal tiga per NIK, serta pemanfaatan kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan memblokir situs. Meski demikian, ia menekankan urgensi penerbitan payung hukum yang lebih kuat melalui Peraturan Pemerintah agar upaya pemberantasan judi daring lebih efektif. Sebagai anggota Komisi I DPR RI, yang bermitra dengan Kementerian KOMDKI, Farah menegaskan bahwa isu judi online tetap menjadi prioritas perhatian.
Video menarik lainnya
Pencurian ventilator RSUP Soekarno di Bangka Belitung membuat resah. Uang hasil curian digunakan untuk judi…
Mantan pegawai Komdigi dituntut hukuman 7–9 tahun penjara dalam kasus judi online. Jaksa juga menuntut…
TNI AL pastikan Satria Kumbara bukan lagi prajurit usai desersi, terjerat utang Rp 750 juta…
Wapres Gibran ingatkan penerima BSU agar dana digunakan secara produktif dan prioritas kebutuhan pokok, bukan…
Kasus Satria Arta Kumbara eks Marinir TNI AL terkuak. Terjerat judi online dan utang besar…
Prabowo dukung pemblokiran rekening tidak aktif untuk cegah judi online & TPPU. Kebijakan PPATK ini…