Pemblokiran Rekening Tidak Aktif Ramai Dibicarakan, Benarkah Jadi Cara Baru Lawan Judi Online?

Shares
  • Prabowo dukung kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif.
  • PPATK klaim kebijakan turunkan transaksi judi online 70%.
  • Saldo rekening aman, bisa dibuka kembali atas permintaan pemilik.
  • Ada protes: 28 juta rekening sempat diblokir lalu dibuka lagi.
  • Ekonom khawatir minat menabung masyarakat menurun.
  • Kritik juga datang dari WNI di luar negeri & lembaga konsumen.
  • Perlu kebijakan lebih selektif agar masyarakat tidak dirugikan.

Cerita Lengkap

Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif sebagai langkah untuk mencegah praktik judi online dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengklaim, kebijakan ini mampu menekan transaksi judi online hingga 70 persen. Kepala PPATK menjelaskan, Presiden memberi dukungan penuh karena langkah ini bertujuan melindungi hak dan kepentingan masyarakat dari penyimpangan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

PPATK menegaskan, saldo di rekening yang diblokir tidak akan dirampas negara. Pemblokiran ini semata-mata bertujuan mencegah penyalahgunaan rekening untuk tindak pidana seperti judi online, pencucian uang, hingga kejahatan lain yang berdampak sosial serius, mulai dari bunuh diri, perceraian, hingga kebangkrutan.

Rekening yang diblokir tetap aman, dan pemilik sah bisa mengajukan pembukaan blokir melalui bank terkait atau PPATK. Dana nasabah dijamin tidak berkurang.

Data PPATK menunjukkan, sejak pemblokiran rekening dormant diberlakukan, setoran ke situs judi online turun drastis, dari lebih dari Rp5 triliun menjadi sekitar Rp1 triliun. Penurunan sebesar 70 persen ini dianggap sejalan dengan visi pemerintah menuju Indonesia Emas.

Namun, kebijakan ini juga menuai kontroversi. PPATK sempat memblokir hingga 28 juta rekening menganggur, yang kemudian dibuka kembali setelah banyak protes dari nasabah dan pakar ekonomi.

Sejumlah ekonom menilai PPATK keliru memahami kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap menyimpan uang di rekening pasif sebagai tabungan darurat. Menurut mereka, kebijakan ini berpotensi menurunkan minat menabung dan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

Bahkan, ada laporan dari WNI di luar negeri yang rekeningnya diblokir tanpa pemberitahuan, membuat mereka kesulitan mengakses dana darurat. Kritik juga datang dari lembaga konsumen yang menuntut pemerintah mengevaluasi kebijakan ini agar tidak merugikan masyarakat yang tidak terlibat tindak pidana.

Di sisi lain, sejumlah pihak tetap melihat dampak positif pemblokiran rekening dormant dalam upaya menekan tindak kejahatan. Namun, para ekonom menekankan perlunya penerapan kebijakan yang lebih selektif agar masyarakat yang tidak bersalah tidak ikut dirugikan.

Video menarik lainnya