- Seorang calon dokter spesialis menceritakan awal mula kecanduan judi online sejak 2022.
- Awalnya menang kecil dari modal Rp50 ribu, lalu terus bermain hingga habis Rp16–17 juta dalam 3 bulan.
- Pindah-pindah situs, bikin banyak akun, bahkan sempat ingin menipu teman demi modal judi.
- Terjebak pinjaman online untuk menutup kekalahan, akhirnya menunggak dan stres berat.
- Akibatnya, gagal lanjut pendidikan spesialis karena uang habis dan cuti dari rumah sakit.
- Kini bertekad berhenti total dan memberi pesan kepada semua pemain agar segera keluar sebelum terlambat.
Cerita Lengkap
“Kamu dokter?”
“Iya, masih calon, Mas. Salah satu situs itu ngasih saldo secara cuma-cuma. Saya depo Rp500.000 di situ, menang tembus Rp1 juta tuh. Enggak cuma main di satu situs, tapi di banyak situs. Satu situs pun saya bisa bikin 6 sampai 8 akun, Kak. Misalkan Kakak saya kasih menang Rp5 juta, yang Rp200 ribu buat saya boleh enggak gitu?”
Prinsip penjudi itu kayaknya sederhana — ada uang ya udahlah, kita lagakan aja. Sampai pernah saya hampir ngibulin teman sendiri. Mau ngibulin pakai server yang katanya lagi gacor, server Thailand atau Kamboja. Tapi ternyata semua sama aja, dan lama-lama tangan ini lebih condong ke tombol “depo” daripada ke makanan. Ketimbang makan, lebih milih depo.
Saya dokter? Iya, masih calon. Saya kenal judi itu belum lama, sekitar tahun 2022, pas kelar kuliah dan lanjut PPDS, program spesialis. Butuh biaya banyak. Awalnya cuma lihat teman main modal 50 ribu bisa jadi 200 ribu, bahkan jutaan. Siapa yang enggak tergoda, kan?
Padahal dulu saya sendiri sering ngomong, “Ah, judi itu mesin, enggak mungkin menang.” Tapi manusia ya, munafik. Akhirnya nyoba juga, modal kecil 30–50 ribu, dan parahnya awal-awal dikasih menang terus. Dari situ mulai ketagihan. Menang Rp300 ribu, pernah juga dari modal 50 ribu jadi Rp1,5 juta di satu situs. Tapi bukannya diambil, malah diputar lagi. Harapannya biar dapat lebih besar, tapi malah habis.
Mulai deh pindah-pindah situs. Satu device bisa sampai 8 akun. Rekeningnya pakai mbanking banyak. Admin situs pun sering WhatsApp, “Kak, kalau kakak menang Rp1 juta, bagi 200 ribu buat aku boleh enggak?” Saya yang bodoh ini malah kepancing. Buka linknya, malah rungkat.
Sampai akhirnya uang buat bayar SPP, uang praktik, semua hilang. Dalam sebulan, saya habis sekitar Rp16–17 juta. Pernah juga main di situs yang katanya gacor, tapi pas menang malah enggak bisa withdraw. Katanya akun saya punya banyak akun lain, padahal enggak juga. Akhirnya diblokir. Dari situ makin stres.
Karena sering pakai GoPay buat transaksi, saya coba pinjam lewat fitur pinjaman. Dapat Rp1,2 juta, bukannya buat bayar kebutuhan, malah dipakai lagi buat judi. Kalah lagi. Pinjol belum lunas, tagihan numpuk, kepala makin panas. Prinsip penjudi itu cuma satu: kalau ada uang, “lagakan” aja. Kalah ya sudah, menang oke. Tapi kalau kalah, malah makin penasaran. Coba skrip cheat, server luar negeri, semua dicoba — tetap saja rugi.
Puncaknya bulan Mei kemarin, saat uang buat praktik di rumah sakit sudah ditagih, tapi enggak ada. Orang tua enggak tahu kalau anaknya main judi. Saya enggak berani cerita. Sampai akhirnya hampir ngibulin teman sendiri. Teman yang punya bisnis coffee shop, kasih uang untuk saya kelola. Uang itu rencananya mau saya judiin juga, tapi untungnya sadar — ini teman satu rumah sakit, enggak jadi. Tapi uang kelompok Rp700 ribu sempat saya pakai main. Untung menang tipis Rp900 ribu. Dapat nafas sebentar, tapi akhirnya main lagi dan habis lagi.
Akhirnya semua makin parah. Pinjol nunggak, tagihan banyak, uang habis, pikiran gelap. Kalau pegang uang, rasanya tangan ini otomatis klik tombol depo. Ketimbang rokok, mending depo. Saking stresnya, semua situs saya marah-marahin lewat live chat, maki-maki admin, “Situs busuk! Saya sudah depo banyak enggak balik modal!”
Sempat berhenti dua minggu, tapi hidup makin berat. Enggak ada uang buat makan, cuma numpang teman. Akhirnya curhat ke teman yang juga pernah kena judi bola. Dia bilang, “Lu enggak bakal menang lawan judi, seberapa banyak pun duit lu.” Dari situ saya mulai sadar.
Saya hapus semua history Google tentang judi, hapus semua akun, tapi admin situs masih sering godain lewat WhatsApp. Pernah dikasih saldo gratis 75 ribu, tapi enggak saya mainin lagi. Saya sudah capek. Tapi masalah belum selesai — tagihan pinjol masih jalan. Mereka sampai hubungi kontak darurat, semua teman dan keluarga kena spam. Saya hampir dicuti sama rumah sakit karena sering enggak masuk praktik.
Akhirnya saya nekat jujur ke orang tua. Ngaku kalau uang SPP habis buat judi. Mereka kecewa banget. Saya enggak bisa lanjut sekolah, sekarang terpaksa cuti karena enggak ada biaya. Jadi, buat siapa pun yang masih main judi online — udahlah, berhenti sekarang. Mumpung belum dalam, stop sebelum terlambat. Kalah itu pasti. Jangan tunggu sampai segalanya habis.
Terakhir kali saya main tiga minggu lalu. Sekarang cuma main di akun demo buat ngilangin kangen doang. Udah enggak berani pakai uang lagi. Saya sadar, enggak ada yang menang lawan judi. Yang ada cuma penyesalan dan hidup yang hancur pelan-pelan.
Video menarik lainnya
-
Calon Dokter Spesialis Terjebak Judi Online, Habis Rp17 Juta dan Gagal Lanjut Kuliah
-
Satreskrim Polres Metro Jakbar Bongkar Sarang Judi Online
-
Curangi Bandar Judi Online: Hukuman 10 Tahun? Fakta di Balik Dusta Polisi dan Konsorsium 303
-
Markas Judi Online di Kalideres Digerebek Polisi, Dua Operator Langsung Ditangkap
-
Rumah Kontrakan di Kalideres Dijadikan Sarang Judi Online, Omzet Capai Ratusan Juta