Cerita Judi Online

(in) Psikolog Ungkap Dampak Psikologis Kecanduan Judi Online yang Merusak Ekonomi Korban

Shares
  • Banyak korban judi online terjerat karena faktor ekonomi yang tidak stabil.
  • Kecanduan judi online disebabkan oleh kekalahan terus menerus, bukan kemenangan.
  • Judi online mudah diakses, dengan deposit minimal Rp10.000 dan transaksi yang mudah.
  • Korban judi online sering kali terjebak dalam lingkaran kerugian dan akhirnya menjual aset untuk menutupi kekalahan.
  • Psikolog menjelaskan bahwa kecanduan judi mirip dengan kecanduan narkoba atau alkohol, memerlukan intervensi psikologis.

Cerita Lengkap

Dampak Psikologis Kecanduan Judi Online – Memang agak sulit ya kalau kita melihat dari berbagai macam perspektif, kira-kira mereka yang terlibat atau masuk ke dalam gurita atau jurang kelam dari judi online ini, apakah bisa kita sebut sebagai pelaku atau korban? Mari kita dudukkan bahwa mereka pun mungkin tidak mau kemudian ketagihan sampai menjual harta, mengalami dampak keekonomian lainnya, karena judi online itu dirasa memang sulit. Kalau sudah sekali mencoba, pasti akan ketagihan. Itu yang akan saya bahas di “Apa Kabar Indonesia Malam”, mengingat Indonesia sedang darurat judi online.

Di studio TV One, sudah hadir korban yang sudah habis-habisan hartanya, hampir mencapai Rp3 miliar. Mas Erlangga, selamat malam.

Saya juga sudah tersambung dengan psikolog kita, Mas Iqbal. Selamat malam, Mas Iqbal. Bagaimana cerita Mas Erlangga bisa menjadi korban judi online? Saya penasaran, apakah awalnya coba-coba atau ketagihan? Atau mungkin ada teman yang mempromosikan, menyebut untung besar, gacor, atau Cuan? Bisa diceritakan?

Mas Erlangga: “Awal orang bisa masuk ke judi online itu biasanya karena ada keinginan tertentu. Ada trigger-nya, baik dari faktor ekonomi atau keadaan lainnya. Kebanyakan, kalau dari faktor ekonomi, saat kondisi ekonominya tidak stabil, justru malah lebih mudah terjebak. Kalau informasinya soal judi online, itu kan gampang banget kita dapat, tinggal punya pilihan mau main atau tidak. Kebetulan, waktu itu saya terkena dampak pandemi COVID-19, banyak bisnis yang berguguran. Akhirnya, saya coba sekali main, dari modal Rp10.000 saja sudah bisa.”

“Awalnya saya coba-coba, lalu modalnya naik jadi beberapa juta. Pernah juga menang, sekitar Rp50 atau Rp100 juta sekali main. Motivasi dari judi online itu mungkin karena ada rasa penasaran dan harapan menang setelah kalah terus menerus, jadi coba terus. Saya sendiri merasa bahwa kecanduan ini muncul karena kekalahan, bukan karena menang.”

Tuan Rumah: “Mas Erlangga, judi online-nya di HP atau komputer? Bisa dilakukan di mana saja, ya?”

Mas Erlangga: “Iya, bisa di HP atau laptop. Itu yang bikin kenapa banyak yang main. Kita bisa setor uang ke akun dengan deposit yang sangat mudah. Bahkan sekarang bisa pakai QRIS atau virtual account. Minimal depositnya Rp10.000 sudah bisa main.”

Tuan Rumah: “Pernah merasa gelisah kalau tidak main judi? Atau mungkin merasa sulit berhenti?”

Mas Erlangga: “Kalau enggak main, kita gelisah bukan karena enggak mainnya, tapi karena kekalahan. Misalnya, kalau kita meninggalkan permainan setelah menang, ya enggak ada rasa gelisah. Tapi karena sering kalah, itulah yang bikin kita terus merasa gelisah.”

Lalu, pembawa acara bertanya kepada Psikolog Iqbal mengenai penjelasan psikologis terkait kecanduan judi online.

Psikolog Iqbal: “Ini disebut adiksi, ketika dopamin memenuhi otak dan seseorang terus melakukan kegiatan yang membuat mereka bahagia. Orang kecanduan judi online sama seperti orang kecanduan narkoba, alkohol, atau porno. Mereka kehilangan nilai-nilai moral dan sosial karena fokus hanya pada judi. Harapan kaya instan yang membuat mereka kecanduan, sama seperti pinjaman online. Banyak dari mereka yang akhirnya mengalami kecemasan dan depresi akibat judi online.”

Pembawa acara kembali bertanya kepada Mas Erlangga mengenai pengalaman menjual barang atau aset akibat judi online.

Mas Erlangga: “Saat sudah kecanduan, kita tidak punya kontrol. Barang-barang yang mudah dijual dan likuid seperti elektronik atau logam mulia, kita jual untuk menutup kerugian. Kita terus main sampai habis. Saat sudah tidak ada lagi barang yang bisa dijual, baru sadar.”

Video menarik lainnya