Indonesia telah merdeka sejak 79 tahun lalu. Namun sayangnya, kehidupan masyarakat di negeri ini belum sepenuhnya merdeka atau terbebas dari aktivitas judi.
Belum selesai dengan aksi judi offline atau fisik, dalam beberapa waktu terakhir, Indonesia harus berjuang keras melawan aktivitas judi online.
Sejarah aktivitas judi di Indonesia sejatinya sudah cukup panjang. Bahkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadqin pernah melegalkan aktivitas dan tempat perjudian.
Aksi saat itu terbilang kontroversial, namun tetap dijalankan dengan dalih sebagai bagian dari strategi meningkatkan penerimaan Pemprov DKI Jakarta melalui retribusi atau pajak dari aktivitas judi.
Seiring dengan kebijakan tersebut, lokalisasi perjudian mulai menjamur di bilangan Jakarta. Sementara itu, hasil dari penarikan retribusi atau pajak dari aktivitas judi membuat Pemprov DKI Jakarta sukses merealisasikan pola rehabilitasi periode 7 hingga tahun 1969 yang mencakup penataan dan pengembangan kota, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan.
Pemprov DKI Jakarta juga sukses menjalankan program perbaikan kampung yang disebut proyek Muhammad Husni Thamrin atau MH Thamrin.
Pada masa pemerintahan presiden kedua Indonesia, Suharto, masyarakat ramai membeli judi lotere yang dilegalkan pemerintah. Program tersebut bernama Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) dan keberadaannya sangat digandrungi masyarakat pada saat itu.
Tak berhenti di SDSB, pernah ada masa ketika masyarakat Indonesia mengenal lotere Dana Harapan hingga kupon Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas) Sepak Bola, yang kemudian bertransformasi menjadi kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah.
Berbagai bentuk judi lotere yang sempat digemari masyarakat tersebut pada akhirnya mulai tenggelam dan perlahan tak lagi ditemui di masyarakat seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan Suharto.
Namun jauh sebelum masyarakat Indonesia kecanduan judi, aktivitas ini sudah lebih dulu ada di Cina hingga Eropa bertahun-tahun sebelumnya. Aktivitas judi di skala global cukup terkenal dan bahkan tak jarang membuat banyak pengusaha atau investor kebanjiran harta karena menggarap bisnis kasino dan menjadi penjudi ulung.
Di tengah maraknya pasar judi global serta perkembangan digitalisasi, judi online pun lahir.
Judi online atau judol telah ada sejak pertengahan tahun 1990-an. Seiring berjalannya waktu, judol pun mulai dikenal di Indonesia dan menjangkiti masyarakat.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap nilai transaksi judol di Indonesia melonjak tajam dalam 5 tahun terakhir. Jika sebelumnya pada 2018, transaksi judol di Indonesia baru mencapai Rp3,97 triliun, kini pada akhir 2023, transaksi judol justru sudah tembus Rp37 triliun.
Merespons data tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan PPATK akan berupaya lebih keras untuk memerangi perkembangan judol di Indonesia.
Sejauh ini, Kominfo telah menutup tiga akses jaringan internet yang menggunakan jalur Virtual Private Network (VPN) gratis dan membatasi transfer pulsa Rp7 juta per hari serta memperkuat patroli siber.
Alir judi online ini melakukan perdagangannya dengan mengkonversi uang menjadi pulsa sehingga mengaburkan jejak transaksi.
Senada dengan Kominfo, OJK juga mengaku keras terhadap aktivitas judol. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Dian Ediana Rae, memastikan bahwa OJK dan perbankan senantiasa berkoordinasi dengan para stakeholder terkait untuk menelisik rekening yang terindikasi terlibat dengan aktivitas judol serta mencegah semakin luasnya aktivitas ilegal ini di masyarakat.
Perjudian yang dilakukan di kapal perjudian atau di hotel-hotel sulit diberantas karena karakteristiknya yang adiktif, mirip dengan kebiasaan merokok atau menggunakan narkoba.
Tantangan semakin besar karena semua ini bisa dilakukan secara online melalui handphone. Namun, Dian yakin bahwa pemberantasan judol pasti akan berhasil dengan konsistensi dari semua pihak yang terlibat.
Menurut Dian, aktivitas judi online merupakan tindak pidana di bidang ekonomi yang harus segera diberantas. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan keseriusan dan dukungan dari banyak pihak.
Budi Arie Setiadi pun mengingatkan bahwa menjamurnya judol di Indonesia memberikan dampak yang sangat negatif, tak hanya meningkatkan tingkat kriminalitas, tetapi juga tingkat perceraian. Pada akhirnya, banyak generasi muda yang menjadi korban.
PPATK juga mengakui bahwa masyarakat yang kecanduan judol memiliki profil yang beragam, termasuk dokter, praktisi hukum, wartawan, pejabat daerah, pensiunan, dan para profesional di sektor lainnya, serta ibu rumah tangga dan anak-anak.
PPATK mencatat di akhir 2023 bahwa bahkan ada 1.160 anak berusia di bawah 11 tahun yang terindikasi aktif bermain judol.
Maraknya aktivitas judol di dalam negeri semakin memprihatinkan. Jika sebelumnya masyarakat dijajah oleh negara lain, kini setelah 79 tahun merdeka, masyarakat Indonesia justru terjajah oleh nafsu untuk bermain judol.
Tentunya, untuk mengatasi persoalan ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan para regulator dan pemerintah. Masyarakat juga harus kompak untuk memberantas judol dan meningkatkan kesadaran secara masif terkait betapa luasnya dampak negatif yang dapat disebabkan oleh judol.
Video menarik lainnya
Polisi berhasil menggulung sindikat judi online, apresiasi diberikan kepada Komjen Fadil Imran atas aksi nyata…
https://www.youtube.com/watch?v=aVSvJ8NCRfo Gunawan Satbor ditangkap karena diduga mempromosikan judi online Konten TikTok viral mengundang kritik masyarakat…
Kominfo terapkan strategi memberantas judi online secara masif, menutup 187.000 situs dalam 20 hari, dan…
Tiktoker Gunawan Satbor promosi judi online. Ditangkap Satreskrim Polres Sukabumi atas dugaan ini, meski ia…
Dugaan oknum pegawai Komdigi membina situs judi online untuk meraup keuntungan besar hingga mencapai Rp8,5…
Ironisnya, skandal judi online semakin menguak dengan melibatkan belasan oknum pegawai Komdigi yang seharusnya memberantasnya.